Senin, 19 Mei 2014

Makalah Pendidikan Islam

BAB I
PENDAHULUAN

1.1  Latar Belakang
Mengingat di Indonesia mayoritas masyarakatnya muslim dan merupakan penduduk muslim terbesar di dunia, tetapi terdapat karakter-karakter anak didik maupun masyarakat indonesia yang tidak sesuai dengan pendidikan islam. Pemerintah indonesia pun kurang mengetahui dan memahami tentang pentingnya pendidikan islam terhadap masyarakat indonesia. Maka kami akan mencoba untuk menela’ah sekaligus membahas akan pentingnya pendidikan islam di masyarakat Indonesia, agar tercipta anak-
1.2  Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang di atas maka pembahasan makalah ini akan difokuskan pada masalah-masalah sebagai berikut:
  1. Apa hakikat pendidikan Islam (pengertian, tujuan, karakteristik, dsb)?
  2. Mengapa diperlukan pendidikan Islam?
  3. Bagaimana langkah-langkah menanamkan pendidikan Islam?

1.3  Tujuan Makalah
Adapun tujuan dari pembahasan pada makalah ini adalah sebagai berikut
  1. Mengetahui dan memahami hakikat dari pendidikan islam.
  2. Mengetahui dan memahami sangat diperlukannya pendidikan islam.
  3. Mengetahui langkah- langkah menanamkan pendidikan islam





BAB II
PEMBAHASAN



2.1 Hakikat Pendidikan Islam
2.1.1 Pengertian Pendidikan Islam
Pendidikan merupakan suatu proses generasi muda untuk dapat menjalankan kehidupan dan memenuhi tujuan hidupnya secara lebih efektif dan efisien. Pendidikan lebih daripada pengajaran, karena pengajaran sebagai suatu proses transfer ilmu belaka, sedang pendidikan merupakan transformasi nilai dan pembentukan kepribadian dengan segala aspek yang dicakupnya.
Perbedaan pendidikan dan pengajaran terletak pada penekanan pendidikan terhadap pembentukan kesadaran dan kepribadian anak didik di samping transfer ilmu dan keahlian. Pengertian pendidikan secara umum yang dihubungkan dengan Islam sebagai suatu system keagamaan menimbulkan pengertian-pengertian baru, yang secara implicit menjelaskan karakteristik-karakteristik yang dimilikinya.
Pengertian pendidikan dengan seluruh totalitasnya dalam konteks Islam inheren dengan konotasi istilah “tarbiyah, ta’lim, dan ta’dib” yang harus dipahami secara bersama-sama. Ketiga istilah ini mengandung makna yang mendalam menyangkut manusia dan masyarakat serta lingkungan yang dalam hubungannya dengan Tuhan saling berkaitan satu sama lain. Istilah-istilah itu pula sekaligus menjelaskan ruang lingkup pendidikan Islam: informal, formal dan non formal. Hasan Langgulung merumuskan pendidikan Islam sebagai suatu proses penyiapan generasi muda untuk mengisi peranan, memindahkan pengetahuan dan nilai-nilai Islam yang diselaraskan dengan fungsi manusia untuk beramal di dunia dan memetik hasilnya di akhirat.
Dari berbagai literatur terdapat berbagi macam pengertian pendidikan Islam. Menurut Athiyah Al-Abrasy, pendidikan Islam adalah mempersiapkan manusia supaya hidup dengan sempurna dan bahagia, mencintai tanah air, tegap jasmaninya, sempurna budi pekertinya, pola pikirnya teratur dengan rapi, perasaannya halus, profesiaonal dalam bekerja dan manis tutur sapanya. Sedang Ahmad D. Marimba memberikan pengertian bahwa pendidikan Islam adalah bimbingan jasmani dan rohani berdasarkan hukum-hukum islam menuju kepada terbentuknya kepribadian utama menurut ukuran-ukuran Islam.

Sedangkan menurut Syed Muhammad Naqib Al-Attas, pendidikan adalah suatu proses penamaan sesuatu ke dalam diri manusia mengacu kepada metode dan sistem penamaan secara bertahap, dan kepada manusia penerima proses dan kandungan pendidikan tersebut.1
Dari definisi dan pengertian itu ada tiga unsur yang membentuk pendidikan yaitu adanya proses, kandungan, dan penerima. Kemudian disimpulkan lebih lanjut yaitu ” sesuatu yang secara bertahap ditanamkan ke dalam diri manusia”.Jadi definisi pendidikan Islam adalah, pengenalan dan pengakuan yang secara berangsur-angsur ditanamkan ke dalam diri manusia, tentang tempat-tempat yang tepat dari segala sesuatu di dalam tatanan penciptaan, sehingga membimbing ke arah pengenalan dan pengakuan tempat Tuhan yang tepat di dalam tatanan wujud dan kepribadian. Jadi pendidikan ini hanyalah untuk manusia saja.
Kembali kepada definisi pendidikan Islam yang menurut Al-Attas diperuntutukan untuk manusia saja. menurutnya pendidikan Islam dimasukkan dalam At-ta’dib, karena istilah ini paling tepat digunakan untuk menggambarkan pengertian pendidikan itu, sementara istilah tarbiyah terlalu luas karena pendidikan dalam istilah ini mancakup juga pendidikan kepada hewan. Menurut Al-Attas Adabun berarti pengenalan dan pengakuan tentang hakikat bahwa pengetahuan dan wujud bersifat teratur secara hierarkis sesuai dengan beberapa tingkat dan tingkatan derajat mereka dan tentang tempat seseorang yang tepat dalam hubungannya dengan hakikat itu serta dengan kepastian dan potensi jasmaniah, intelektual, maupun rohaniah seseorang.
Dari pengertian Al-Attas tersebut dibutuhkan pemahaman yang mendalam, arti dari pengertian itu adalah, “pengenalan” adalah menemukan tempat yang tepat sehubungan denagn apa yang dikenali, sedangkan “pengakuan” merupakan tindakan yang bertalian dengan pengenalan tadi. Pengenalan tanpa pengakuan adalah kecongkakan, dan pengakuan tanpa pengenalan adalah kejahilan belaka. Dengan kata lain ilmu dengan amal haruslah seiring. Ilmu tanpa amal maupun amal tanpa ilmu adalah kesia-siaan. Kemudian tempat yang tepat adalah kedudukan dan kondisinya dalam kehidupan sehubungan dengan dirinya, keluarga, kelompok, komunitas dan masyarakatnya, maksudnya dalam mengaktualisasikan dirinya harus berdasarkan kriteria Al-Quran tentang ilmu, akal, dan kebaikan (ihsan) yang selanjutnya mesti bertindak sesuai dengan ilmu pengetahuan secara positif, dipujikan serta terpuji.


2.1.2 Karakteristik Dalam Pendidikan Islam
Islam diturunkan sebagai rahmatan lil ‘alamin. Untuk mengenalkan Islam ini diutus Rasulullah SAW. Tujuan utamanya adalah memperbaiki manusia untuk kembali kepada Allah SWT. Oleh karena itu selama kurang lebih 23 tahun Rasulullah SAW membina dan memperbaiki manusia melalui pendidikan. Pendidikanlah yang mengantarkan manusia pada derajat yang tinggi, yaitu orang-orang yang berilmu. Ilmu yang dipandu dengan keimanan inilah yang mampu melanjutkan warisan berharga berupa ketaqwaan kepada Allah SWT.
Manusia mendapat kehormatan menjadi khalifah di muka bumi untuk mengolah alam beserta isinya. Hanya dengan ilmu dan iman sajalah tugas kekhalifahan dapat ditunaikan menjadi keberkahan dan manfaat bagi alam dan seluruh makhluk-Nya. Tanpa iman akal akan berjalan sendirian sehingga akan muncul kerusakan di muka bumi dan itu akan membahayakan manusia. Demikian pula sebaliknya iman tanpa didasari dengan ilmu akan mudah terpedaya dan tidak mengerti bagaimana mengolahnya menjadi keberkahan dan manfaat bagi alam dan seisinya.
Sedemikian pentingnya ilmu, maka tidak heran orang-orang yang berilmu mendapat posisi yang tinggi baik di sisi Allah maupun manusia. (QS. Al Mujadilah (58) : 11). Bahkan syaithan kewalahan terhadap orang muslim yang berilmu, karena dengan ilmunya, ia tidak mudah terpedaya oleh tipu muslihat syaithan.
Muadz bin Jabal ra. berkata: “Andaikata orang yang beakal itu mempunyai dosa pada pagi dan sore hari sebanyak bilangan pasir, maka akhirnya dia cenderung masih bisa selamat dari dosa tersebut namun sebaliknya, andaikata orang bodoh itu mempunyai kebaikan dan kebajikan pada pagi dan sore hari sebanyak bilangan pasir, maka akhirnya ia cenderung tidak bisa mempertahankannya sekalipun hanya seberat biji sawi.” Ada yang bertanya, “Bagaimana hal itu bisa terjadi?” Ia menjawab, “Sesungguhnya jika orang berakal itu tergelincir, maka ia segera menyadarinya dengan cara bertaubat, dan menggunakan akal yang dianugerahkan kepadanya. Tetapi orang bodoh itu ibarat orang yang membangun dan langsung merobohkannya karena kebodohannya ia terlalu mudah melakukan apa yang bisa merusak amal shalihnya.”
Kebodohan adalah salah satu faktor yang menghalangi masuknya cahaya Islam. Oleh karena itu, manusia butuh terapi agar menjadi makhluk yang mulia dan dimuliakan oleh Allah SWT. Kemuliaan manusia terletak pada akal yang dianugerahi Allah. Akal ini digunakan untuk mendidik dirinya sehingga memiliki ilmu untuk mengenal penciptanya dan beribadah kepada-Nya dengan benar. Itulah sebabnya Rasulullah SAW menggunakan metode pendidikan untuk memperbaiki manusia, karena dengan pendidikanlah manusia memiliki ilmu yang benar. Dengan demikian, ia terhindar dari ketergelinciran pada maksiat, kelemahan, kemiskinan dan terpecah belah.


2.1.3 Tujuan Pendidikan Islam
Tujuan pendidikan Islam tidak terlepas dari tujuan hidup manusia dalam Islam, yaitu untuk menciptakan pribadi-pribadi hamba Allah yang selalu bertakwa kepadaNya, dan dapat mencapai kehidupan yang berbahagia di dunia dan akhirat (lihat S. Al-Dzariat:56; S. ali Imran: 102).
Dalam konteks sosiologi pribadi yang bertakwa menjadi rahmatan lil ‘alamin, baik dalam skala kecil maupun besar. Tujuan hidup manusia dalam Islam inilah yang dapat disebut juga sebagai tujuan akhir pendidikan Islam.
Tujuan khusus yang lebih spesifik menjelaskan apa yang ingin dicapai melalui pendidikan Islam. Sifatnya lebih praxis, sehingga konsep pendidikan Islam jadinya tidak sekedar idealisasi ajaran-ajaran Islam dalam bidang pendidikan. Dengan kerangka tujuan ini dirumuskan harapan-harapan yang ingin dicapai di dalam tahap-tahap tertentu proses pendidikan, sekaligus dapat pula dinilai hasil-hasil yang telah dicapai.
Menurut Abdul Fatah Jalal, tujuan umum pendidikan Islam ialah terwujudnya manusia sebagai hamba Allah. Jadi menurut Islam, pendidikan haruslah menjadikan seluruh manusia yang menghambakan kepada Allah. Yang dimaksud menghambakan diri ialah beribadah kepada Allah.
Islam menghendaki agar manusia dididik supaya ia mampu merealisasikan tujuan hidupnya sebagaimana yang telah digariskan oleh Allah. Tujuan hidup menusia itu menurut Allah ialah beribadah kepada Allah. Seperti dalam surat a Dzariyat ayat 56 :Dan Aku menciptakan Jin dan Manusia kecuali supaya mereka beribadah kepada-Ku”. Jalal menyatakan bahwa sebagian orang mengira ibadah itu terbatas pada menunaikan shalat, shaum pada bulan Ramadhan, mengeluarkan zakat, ibadah Haji, serta mengucapkan syahadat. Tetapi sebenarnya ibadah itu mencakup semua amal, pikiran, dan perasaan yang dihadapkan (atau disandarkan) kepada Allah. Aspek ibadah merupakan kewajiban orang islam untuk mempelajarinya agar ia dapat mengamalkannya dengan cara yang benar.
Ibadah ialah jalan hidup yang mencakup seluruh aspek kehidupan serta segala yang dilakukan manusia berupa perkataan, perbuatan, perasaan, pemikiran yang disangkutkan dengan Allah.
Menurut al Syaibani, tujuan pendidikan Islam adalah :
1. Tujuan yang berkaitan dengan individu, mencakup perubahan yang berupa pengetahuan, tingkah laku masyarakat, tingkah laku jasmani dan rohani dan kemampuan-kemampuan yang harus dimiliki untuk hidup di dunia dan di akhirat.
2. Tujuan yang berkaitan dengan masyarakat, mencakup tingkah laku masyarakat, tingkah laku individu dalam masyarakat, perubahan kehidupan masyarakat, memperkaya pengalaman masyarakat.
3. Tujuan profesional yang berkaitan dengan pendidikan dan pengajaran sebagai ilmu, sebagai seni, sebagai profesi, dan sebagai kegiatan masyarakat.
Menurut al abrasyi, merinci tujuan akhir pendidikan islam menjadi
1. Pembinaan akhlak.
2. menyiapkan anak didik untuk hidup dudunia dan akhirat.
3. Penguasaan ilmu.
4. Keterampilan bekerja dalam masyrakat.
Menurut Asma hasan Fahmi, tujuan akhir pendidikan islam dapat diperinci menjadi :
1. Tujuan keagamaan.
2. Tujuan pengembangan akal dan akhlak.
3. Tujuan pengajaran kebudayaan.
4. Tujuan pembicaraan kepribadian.
Menurut Munir Mursi, tujuan pendidikan islam menjadi :
1. Bahagia di dunia dan akhirat.
2. menghambakan diri kepada Allah.
3. Memperkuat ikatan keislaman dan melayani kepentingan masyarakat islam.
4. Akhlak mulia.


2.3 Mengapa Diperlukan Pendidikan Islam
Pendidikan merupakan kata kunci untuk setiap manusia agar ia mendapatkan ilmu. Hanya dengan pendidikanlah ilmu akan didapat dan diserap dengan baik. Tak heran bila kini pemerintah mewajibkan program belajar 9 tahun agar masyarakat menjadi pandai dan beradab. Pendidikan juga merupakan metode pendekatan yang sesuai dengan fitrah manusia yang memiliki fase tahapan dalam pertumbuhan.
Pendidikan Islam memiliki 3 (tiga) tahapan kegiatan, yaitu: tilawah (membacakan ayat Allah), tazkiyah (mensucikan jiwa) dan ta’limul kitab wa sunnah (mengajarkan al kitab dan al hikmah). Pendidikan dapat merubah masyarakat jahiliyah menjadi umat terbaik disebabkan pendidikan mempunyai kelebihan. Pendidikan mempunyai ciri pembentukan pemahaman Islam yang utuh dan menyeluruh, pemeliharaan apa yang telah dipelajarinya, pengembangan atas ilmu yang diperolehnya dan agar tetap pada rel syariah. Hasil dari pendidikan Islam akan membentuk jiwa yang tenang, akal yang cerdas dan fisik yang kuat serta banyak beramal.
Pendidikan Islam berpadu dalam pendidikan ruhiyah, fikriyah dan amaliyah (aktivitas). Nilai Islam ditanamkan dalam individu membutuhkan tahpan-tahapan selanjutnya dikembangkan kepada pemberdayaan di segala sektor kehidupan manusia. Potensi yang dikembangkan kemudian diarahkan kepada pengaktualan potensi dengan memasuki berbagai bidang kehidupan.
Pendidikan yang diajarkan Allah SWT melalui Rasul-Nya bersumber kepada Al Qur’an sebagai rujukan dan pendekatan agar dengan tarbiyah akan membentuk masyarakat yang sadar dan menjadikan Allah sebagai Ilah saja.Kehidupan mereka akan selamat di dunia dan akhirat. Hasil ilmu yang diperolehnya adalah kenikmatan yang besar, yaitu berupa pengetahuan, harga diri, kekuatan dan persatuan.
Tujuan utama dalam pendidikan Islam adalah agar manusia memiliki gambaran tentang Islam yang jelas, utuh dan menyeluruh.
Interaksi di dalam diri ini memberi pengaruh kepada penampilan, sikap, tingkah laku dan amalnya sehingga menghasilkan akhlaq yang baik. Akhlaq ini perlu dan harus dilatih melalui latihan membaca dan mengkaji Al Qur’an, sholat malam, shoum (puasa) sunnah, berhubungan kepada keluarga dan masyarakat. Semakin sering ia melakukan latihan, maka semakin banyak amalnya dan semakin mudah ia melakukan kebajikan. Selain itu latihan akan menghantarkan dirinya memiliki kebiasaan yang akhirnya menjadi gaya hidup sehari-hari.


3.2 Langkah- langkah Menanamkan Pendidikan Islam
Al-Qurthubi menyatakan bahwa ahli-ahli agama Islam membagi pengetahuan menjadi tiga tingkatan yaitu pengetahuan tinggi, pengetahuan menengah, dan pengetahuan rendah. Pengetahuan tinggi ialah ilmu ketuhanan, menengah ialah pengetahuan mengenai dunia seperti kedokteran dan matematika, sedangkan pengetahuan rendah ialah pengetahuan praktis seperti bermacam-macam keterampilan kerja. Ini artinya bahwa pendidikan iman/agama harus diutamakan.
Menurut pandangan Islam pendidikan harus mengutamakan pendidikan keimanan. Pendidikan di sekolah juga demikian. Sejarah telah membuktikan bahwa pendidikan yang tidak atau kurang memperhatikan pendidikan keimanan akan menghasilkan lulusan yang kurang baik akhlaknya. Akhlak yang rendah itu akan sangat berbahaya bagi kehidupan bersama. Ia  dapat menghancurkan sendi-sendi kehidupan berbangsa dan bernegara.
Lulusan sekolah yang kurang kuat imannya akan sangat sulit menghadapi kehidupan pada zaman yang semakin penuh tantangan di masa mendatang.Oleh karena itu, mengingat pentingnya pendidikan Islam terutama bagi generasi muda, semua elemen bangsa, terutama guru pendidikan Islam, perlu membumikan kembali pendidikan Islam di sekolah-sekolah baik formal maupun informal.
Ada tiga hal yang harus secara serius dan konsisten  diajarkan kepada anak didik. Pertama, Pendidikan akidah/keimanan.Ini merupakan hal yang sangat penting untuk mencetak generasi muda masa depan yang tangguh dalam imtaq (iman dan taqwa)  dan terhindar dari aliran atau perbuatan yang menyesatkan kaum remaja seperti gerakan Islam radikal, penyalagunaan narkoba, tawuran dan pergaulan bebas (freesex) yang akhir-akhir ini sangat dikhawatirkan oleh sejumlah kalangan.
Kedua, Pendidikan ibadah. Ini merupakan hal yang sangat penting untuk  diajarkan kepada anak-anak kita untuk membangun generasi muda yang punya komitmen dan terbiasa melaksanakan ibadah.
Seperti shalat, puasa, membaca al-Quran yang saat ini hanya dilakukan oleh minoritas generasi muda kita. Bahkan, tidak sedikit anak remaja yang sudah berani meninggalkan ibadah-ibadah wajibnya dengan sengaja. Di sini peran orang tua dalam memberikan contoh dan teladan yang baik bagi anak-anaknya sangat diperlukan selain guru juga harus menanamkan secara mantab kepada anak-anak didiknya.
Ketiga, Pendidikan akhlakul-karimah. Hal ini juga harus mendapat perhatian besar  dari para orang tua dan para pendidik baik lingkungan sekolah maupun di luar sekolah (keluarga). Dengan pendidikan akhlakul-karimah akan melahirkan generasi rabbani, atau generasi yang bertaqwa, cerdas dan berakhlak mulia.Penanaman pendidikan Islam bagi generasi muda bangsa tidak akan bisa berjalan secara optimal dan konsisten tanpa dibarengi keterlibatan serius dari semua pihak. Oleh karena itu,  semua elemen bangsa (pemerintah, tokoh agama, masyarakat, pendidik, orang tua dan sebagainya) harus memiliki niat dan keseriusan untuk melakukan ini. Harapannya, generasi masa depan bangsa ini adalah generasi yang berintelektual tinggi dan berakhlak mulia.

BAB III
PENUTUP



3.1 Kesimpulan
Dengan pemaparan definisi pendidikan islam di atas dapat disimpulkan bahwa definisi pendidikan islam adalah proses pembentukan kepribadian manusia kepribadian islam yang luhur. Bahwa pendidikan islam bertujuan untuk menjadikannya selaras dengan tujuan utama manusia menurut islam, yakni beribadah kepada Allah swt.
Diharapkan dengan pemahaman hakikat pendidikan islam ini. Member motivasi agar manusia khususnya muslim selalu mencari ilmu hingga akhir hayat, dalam rangka merealisasikan tujuan yang telah disebutkan dalam QS. Adz-Dzariyat: 56 dapat diaplikasikan secara berkelanjutan.
3.2  Saran
Setelah membahas hakikat pendidikan islam ini. Maka kami berharap pendidikan islam lebih di utamakan dan di pelajari lebih mendalam, khususnya dalam kehidupan sehari- hari dan menanamkannya pada generasi muda agar syari’at dan ajaran islam dapat di mengerti dan di pahami oleh generasi muda dalam mengaplikasikannya didalam kehidupan sehari- hari.

DAFTAR PUSAKA


Arifin, Muzayyin, Prof., M.Ed., Filsafat Pendidikan Islam, PT Bumi Aksara, Jakarta, 2010
Ihsan, Hamdani, Drs, dan Ihsan, Fuad Ahmad, Drs., Filsafat Pendidikan Islam, CV Pustaka                     Setia, Bandung, 2007
Zakiya Daradjat, Prof., Dr., Pendidikan Islam, PT Bumi Aksara, Jakarta, 1991


Kebijakan Pendidikan Islam di Indonesia

BAB I
PENDAHULUAN


A.    Latar Belakang
Perkembangan Pendidikan Islam di Indonesia tidak dapat lepas dari perkembangan sejarah bangsa Indonesia dari masa penjajahan hingga masa sekarang (reformasi). Lembaga-lembaga pendidikan Islam seperti pesantren, Madrasah, Surau, dan semacamnya mempunyai andil besar terhadap proses pemerdekaan bangsa dari belenggu penjajah. Lembaga-lembaga tersebut menjadi tempat dan simbol perlawanan terhadap penjajah. Kenyataannya bangsa Indonesia yang mayoritas beragama Islam, sejarah pendidikan islam di Indonesia mencakup fakta atau kejadian  yang berhubungan dengan pertumbuhan  pendidikan islam di Indonesia, baik formal maupun non formal.

B.     Rumusan Masalah
Bagaimana kebijakan  Pendidikan islam  indonesia  masa penjajahan , orla, orba dan reformasi.
C.     Tujuan Pembahasan
Mengetahui Kebijakan  Pada  pendidikan  islam  di masa penjajahan , orla, orba dan reformasi.
D.    Pengertian Kebijakan dan pendidikan Islam
            Kebijakan menurut “Syafaruddin mengartikan kebijakan publik sebagai hasil pengambilan keputusan oleh manajemen puncak baik berupa tujuan, prinsip maupun aturan yang berkaitan dengan hal-hal strategis untuk megarahkan pada manager dan personel dalam menentukan masa depan organisasi yang berimplikasi bagi kehidupan masyarakat.” Pendidikan islam adalah. ”Istilah pendidikan islam tidak lagi hanya berarti pengajaran agama saja akan tetapi mencakup arti pendidikan di semua cabang ilmu pengetahuan yang di ajarkan dari sudut pandang  Islam”



BAB II
PEMBAHASAN

A.    Kebijakan  Zaman Penjajahan Belanda pada pendidikan islam.
Indonesia merupakan Negara berpenduduk Mayoritas Islam. Agama Islam secara terus-menerus menyadarkan pemeluknya bahwa mereka harus membebaskan diri dari cengkeraman pemerintah kafir. Perlawanan dari raja-raja Islam terhadap pemerintahan kolonial bagai tak pernah berhenti, Belanda menyadari bahwa perlawanan itu diinspirasi oleh ajaran Islam. Dalam rangka membendung pengaruh Islam, pemerintah Belanda mendirikan lembaga pendidikan bagi bangsa Indonesia, terutama untuk kalangan bangsawan. Kebijaksanaan Belanda dalam mengatur jalanya pendidikan tentu saja dimaksudkan  untuk kepentingan mereka sendiri, teurtama untuk kepentingan agama Kristen. Sedang Pendidikan agama Islam yang telah ada di pondok pesantren, surau, masjid dan mushalla atau yang lainnya dianggap tidak membantu pemerintah Belanda. Para santri pondok masih dianggap buta huruf latin, yang secara resmi menjadi acuan pada waktu itu. Politik yang dijalankan pemerintah belanda terhadap rakyat Indonesia yang mayoritas beragama Islam sebenarnya didasarkan oleh adanya rasa ketakutan, rasa panggilan agamanya yaitu Kristen dan rasa kolonialismenya. Sehingga  begitu mereka tetapkan berbagai peraturan dan kebijakan, diantaranya : Pada tahun 1882 pemerintah Belanda membentuk suatu badan khusus yang bertugas untuk mengawasi kehidupan beragama dan pendidikan Islam yang mereka sebut Priesterraden. Dari nasihat badan inilah maka pada tahun 1905 pemerintah Belanda mengeluarkan peraturan baru yang isinya bahwa orang yang memberikan pengajaran atau pengajian agama Islam harus terlebih dulu meminta izin kepada pemerintah Belanda. Tidak berlangsung lama keluar lagi peraturan yang lebih ketat terhadap pendidikan Islam, yaitu bahwa tidak semua orang Kyai boleh memberikan pelajaran mengaji kecuali mendapat semacam rekomondasi atas persetujuan pemerintah Belanda.
Kemudian pada tahun 1932 keluar lagi peraturan yang isinya beberapa kewenangan untuk memberantas dan menutup madrasah atau sekolah yang tidak ada izinya atau memberikan pelajaran yang tidak disukai oleh pemerintah Belanda yang disebut  Ordonasies Sekolah Liar  (Wilde School Ordonantie). Tidak hanya sampai disitu, agama Islam dipelajari secara Ilmiah di negeri Belanda. semua itu dimaksudkan untuk mengukuhkan kekuasaan Belanda di Indonesia. hasil dari kajian itu, lahirlah apa yang dikenal dengan “Politik  Islam”. Tokoh utama dan peletak dasarnya adalah Prof. Snouck Hurgronje. Dia berada di Indonesia antara tahun 1889 dan 1906. Berkat pengalamannya di Timur tengah, sarjana sastra semit ini berhasil menemukan suatu pola dasar bagi kebijaksanaan menghadapi Islam di Indonesia, yang menjadi pelopor pedoman bagi pemerintah Hindia-Belanda, terutama Adviseur voor Inlandsche zaken,  Lembaga penasihat gubernur jenderal tentang segala sestuatu mengenai pribumi. Berdasarkan analisisnya, Islam dapat dibedakan menjadi dua bagian, yang satu Islam religius dan  Islam politik . Dan ternyata apa yang disaranka oleh Snouck Hurgrinje tersebut akhirnya justru menjadi kebijaksanaan pemerintah Hindia – Belanda terhadap Islam Indonesia. Adapun intisari dan saran-saran Snouck Hurgronje  tersebut adalah :
1.      Menyarankan kepada pemerintha Hindia-belanda agar Netral terhadap agama yakni tidak ikut campur tangan dan tidak memihak kepada salah satu agama yang ada (tapi tampaknya hal ini bersifat teori belaka). menurut snouck,  fanatisme Islam itu akan luntur sedikit demi sedikit melalui proses pendidikan secara evolusi.
2.      Permerintah Belanda diharapkan dapat membendung masuknya Pan Islamisme yang sedang berkembang di Timur tengah, dengan  menghalangi masuknya buku, brosur dari luar ke wilayah Indonesia. Mengawasi kontak langsung dan tidak langsung tokoh-tokoh Islam Indonesia dengan tokoh luar, serta membatasi dan mengawasi orang  pergi ke Mekkah, dan bahkan kalau memungkinkan melarangnya sama sekali.
Pendidikan untuk komunitas muslim relatif telah mapan melalui lembaga-lembaga yang secara tradisional telah berkembang dan mengakar sejak proses awal masuknya Islam ke Indonesia.
B.     Pendidikan Islam pada masa penjajahan Jepang
Tahun 1942-1945 Pendidikan islam zaman penjajahan jepang dimulai. Dalam perang pasifik (perang dunia ke II), jepang memenangkan peperangan pada tahun 1942 berhasil merebut indonesia dari kekuasaan belanda. Perpindahan kekuasaan ini terjadi ketika kolonial belanda menyerah tanpa sayarat kepada sekutu. Dengan konteks sejarah dunia yang menuntut dukungan militer kuat, Jepang mengelola pendidikan di Indonesia pun tidak bisa dilepaskan dari kepentingan ini. Sehingga dapat dikatakan bahwa sistem pendidikan di masa pendudukan Jepang sangat dipengaruhi motif untuk mendukung kemenangan militer dalam peperangan pasifik.[1] Februari 1942 menyerang Sumatera Selatan, Jepang selanjutnya menyerang Jawa dan akhirnya Belanda menyerah pada Maret 1942. Sejak itulah Jepang kemudian menerapkan beberapa kebijakan terkait pendidikan yang memiliki implikasi luas terutama bagi sistem pendidikan di era kemerdekaan. Hal-hal tersebut antara lain:
1.      Dijadikannya Bahasa Indonesia sebagai bahasa resmi pengantar pendidikan menggantikan Bahasa Belanda.
2.      Adanya integrasi sistem pendidikan dengan dihapuskannya sistem pendidikan berdasarkan kelas sosial di era penjajahan Belanda dan khusus  pendidikan Islam,  Jepang mengambil beberapa kebijakan antara lain:

a)      Mengubah Kantoor Voor Islamistische Zaken pada masa Belanda yang dipimpin kaum orientalis menjadi Sumubi yang dipimpin tokoh Islam sendiri, yakni K.H. Hasyim Asy’ari.
b)      Mengizinkan pembentukan barisan Hizbullah yang mengajarkan latihan dasar seni kemiliteran bagi pemuda Islam di bawah pimpinan K.H. Zainal Arifin.
c)      Mengizinkan berdirinya Sekolah Tinggi Islam di Jakarta di bawah asuhan K.H. Wahid Hasyim, Kahar Muzakkir dan Bung Hatta.
d)     Diizinkannya ulama dan pemimpin nasionalis membentuk barisan Pembela Tanah Air (PETA) yang belakangan menjadi cikal-bakal TNI di zaman kemerdekaan
e)      Diizinkannya Majelis Islam A’la Indonesia (MIAI) terus beroperasi, sekalipun kemudian dibubarkan dan diganti dengan Majelis Syuro Muslimin Indonesia (Masyumi) yang menyertakan dua ormas besar Islam, Muhammadiyah dan NU.[2]

C.     Pendidikan Islam zaman Orde Lama(Tahun 1945-1965)
            Kuatnya perpolitikan intern partai dan pecahnya pemberontakan daerah yang disebabkan sentimen keislaman mengakibatkan hancurnya demokrasi.[3] Untuk mendamaikan diantara partai politik yang bertikai, Presiden Indonesia (Ir. Soekarno) memberlakukan demokrasi terpimpin dengan maksud untuk menyatukan bangsa Indonesia yang dikenal dengan nasakom (nasional, agama dan komunisme).[4] Sementara penyelenggaraan pendidikan agama pada awal kemerdekaan telah mendapat perhatian khusus dari pemerintah baik pada lembaga pendidikan swasta maupun negeri. Badan Pekerja Komite Nasional Pusat (BPKNP) pada tanggal 27 Desember 1945 yang menyebutkan bahwa; Madrasah dan pesantren yang pada dasarnya merupakan satu alat dan sumber pendidikan dan pencerdasan rakyat jelata yang sudah berakar dan menguat dalam masyarakat Indonesia umumnya, hendaknya pula mendapat perhatian dan bantuan nyata berupa tuntunan dan bantuan material dari pemerintah.[5] Maka pada bulan Desember 1946 dikeluarkan Surat Keputusan Bersama (SKB) antara Menteri PP dan K dengan Menteri Agama, yang mengatur pelaksanaan pendidikan agama pada sekolah-sekolah umum (negeri dan swasta) yang berada dibawah naungan Departemen Pengajaran Pendidikan dan Kebudayaan.[6] Selanjutnya dari SKB tersebut secara khusus diperkuat lagi kedalam UU Nomor 4 tahun 1950 pada BAB XII pasal 20 sebagai berikut: Dalam sekolah-sekolah negeri diadakan pelajaran agama, orang tua murid menetapkan apakah anaknya akan mengikuti pelajaran tersebut. Cara penyelenggaraan pengajaran agama di sekolah-sekolah negeri di atur dalam peraturan yang ditetapkan oleh Menteri Pendidikan Pengajaran dan Kebudayaan, bersama-sama dengan Menteri Agama. Sementara itu pada Peraturan Bersama Menteri PP dan K dan Menteri Agama nomor 1432/Kab.
Tanggal 20 Januari 1951 (Pendidikan), Nomor K 1/652 tanggal 20 Januari 1951  (Agama), diatur tentang peraturan pendidikan agama di sekolah-sekolah sebagaimana yang dimaksud dalam UU, yaitu:
Pasal 1: Ditiap-tiap sekolah rendah dan sekolah lanjutan (umum dan kejuruan) diberi pendidikan agama.
Pasal 2: Di sekolah rendah pendidikan agama dimulai pada kelas 4; banyaknya 2 jam dalam satu minggu
Pasal 3: Di sekolah-sekolah lanjutan tingkatan pertama dan tingkatan atas, baik sekolah-sekolah  umum maupun sekolah-sekolah kejuruan, diberi pendidikan agama 2 jam dalam tiap-tiap minggu.
Pasal 4:
a.       Pendidikan agama diberikan menurut agama murid masing-masing. Pendidikan agama baru diberikan pada sesuatu kelas yang mempunyai murid sekurang-kurangnya 10 orang, yang menganut suatu macam agama.
b.      Murid dalam suatu kelas yang memeluk agama lain dari pada agama yang sedang diajarkan pada sutau waktu boleh meninggalkan kelas-nya selama pelajaran itu.
Di bidang kurikulum pendidikan agama diusahakan penyempurnaan-penyempurnaan, dalam hal ini telah dibentuk kepanitiaan yang dipimpin oleh KH Imam Zarkasyi dari Pondok Pesantren Gontor Ponorogo. Kurikulum tersebut disahkan oleh Menteri Agama pada tahun 1952.
D.    Pendidikan Islam Pada Masa Orde Baru
Menurut UU Nomor 2 tahun 1989 tersebut, pendidikan nasional bertujuan mencerdaskan kehidupan bangsa dan mengembangkan manusia seutuhnya, yaitu manusia yang beriman dan bertakwa terhadap Tuhan Yang Maha Esa, dan berbudi pekerti luhur, memiliki ketrampilan, kesehatan jasmani dan rohani, kepribadian yang mantap dan mandiri serta rasa tanggung jawab kemasyarakatan dan kebangsaan. Di tengah berkobarnya revolusi fisik, pemerintah Indonesia tetap membina pendidikan agama. Pembinaan agama tersebut secara formal institusional dipercayakan kepada Departemen Agama dan Departemen Pendidikan dan Kebudayaan. Oleh karena itu, dikeluarkanlah peraturan-peraturan bersama antara kedua departemen tersebut untuk mengelola pendidikan agama di sekolah-sekolah umum baik negeri maupun swasta. Maka sejak itulah terjadi semacam dualisme pendidikan di Indonesia, yaitu pendidikan agama dan pendidikan umum. Di satu pihak Departemen Agama mengelola semua jenis pendidikan agama baik di sekolah-sekolah agama maupun di sekolah-sekolah umum. Keadaan seperti ini sempat dipertentangkan oleh pihak-pihak tertentu yang tidak senang dengan adanya pendidikan agama, terutama golongan komunis, sehingga ada kesan seakan-akan pendidikan agama khususnya Islam, terpisah dari pendidikan.
Pada tahun 1973-1978 dan 1983 dalam sidang  MPR yang kemudian menyusun GBHN. Selain itu, dalam Pelita IV di bidang pendidikan Islam dimasukkan dalam kurikulum.. Kebijakan pemerintah orde baru mengenai pendidikan Islam dalam konteks madrasah di Indonesia bersifat positif dan konstruktif, khususnya dalam dua dekade terakhir 1980- an sampai dengan 1990-an.
E.     Pendidikan Pada masa Reformasi
Tumbangnya rezim orde baru menggulirkan gagasan reformasi sekitar tahun 1998, yang salah satu agendanya adalah perubahan dan pembaruan dalam bidang pendidikan, sebagaimana yang menjadi tema kritik para pemerhati pendidikan dan diharapkan oleh banyak pihak. Selanjutnya pada tahun 2003 ditetapkan Undang-Undang Sistem Pendidikan Nasional yang selanjutnya disebut dengan UU Sisdiknas No. 20 tahun 2003. Dalam UU Sisdiknas No. 20 tahun 2003 ini pasal yang diperdebatkan adalah pasal 12 yang menyebutkan bahwa pendidikan agama adalah hak setiap peserta didik. "Setiap peserta didik pada setiap satuan pendidikan berhak mendapatkan pendidikan agama sesuai dengan agama yang dianutnya dan diajarkan oleh pendidikan yang seagama," (Pasal 12 ayat a). Dalam bagian penjelasan diterangkan pula bahwa pendidik atau guru agama yang seagama dengan peserta didik difasilitasi atau disediakan oleh pemerintah atau pemerintah daerah sesuai dengan kebutuhan satuan pendidikan sebagaimana diatur dalam pasal 41 ayat 3.UU ini juga sekaligus "mengubur" bagian dari UU No. 2/1989 dan Peraturan Pemerintah, No. 29/1990, tentang tidak wajibnya sekolah dengan latarbelakang agama tertentu (misalnya Islam) mengajarkan pendidikan agama yang dianut siswa (misalnya pelajaran agama Katolik untuk siswa yang beragama Katolik).UU Sisdiknas 2003 mewajibkan sekolah atau Yayasan Islam untuk mengajarkan pendidikan Katolik untuk siswa yang menganut agama Katolik. UU Sistem Pendidikan Nasional No. 20 tahun 2003 ini lah yang menjadi pijakan hukum dan konstitusional bagi penyelenggaraan pendidikan agama di sekolah-sekolah, baik negeri maupun swasta. Pada pasal 37 ayat (1) disebutkan bahwa `kurikulum pendidikan dasar dan menengah wajib memuat pendidikan agama, pendidikan kewarganegaraan, bahasa, matematika, ilmu pengetahuan sosial, seni dan budaya, pendidikan jasmani dan olahraga, keterampilan/kejuruan dan muatan lokal.`Dalam penjelasan atas pasal 37 ayat 1 ini ditegaskan, `pendidikan agama dimaksudkan untuk membentuk peserta didik menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa serta berakhlak mulia`. Pelaksanaan pendidikan agama di sekolah umum, juga diatur dalam undang-undang baik yang berkaitan dengan sarana dan prasarana pendidikan, biaya pendidikan, tenaga pengajar, kurikulum dan komponen pendidikan lainnya.Perjalanan kebijakan pendidikan Indonesia belum berakhir, pada tahun 2004 pemerintah menetapkan Kurikulum Berbasis Kompetensi (KBK). Kehadiran Kurikulum berbasis kompetensi pada mulanya menumbuhkan harapan akan memberi keuntungan bagi peserta didik karena dianggap sebagai penyempurnaan dari metode Cara belajar siswa Aktif (CBSA). Namun dari sisi mental maupun kapasistas guru tampaknya sangat berat untuk memenuhi tuntutan ini. Pemerintah juga sangat kewalahan secara konseptual, ketika pemerintah bersikeras dengan pemberlakukan Ujian Nasional, sehingga KBK segera diganti dan disempurnakan dengan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP). KTSP masih berlaku sampai sekarang.




BAB III
PENUTUP


A.    Kesimpulan
Pendidikan  islam  khususnya pondok pesantren dan madrasah apabila tidak adanya zaman penjajahan khususnya belanda akan menjadi Feeder institution sumber input bagi lembaga lembaga  islam  negeri 14. Sebab , Nurcholis Madjid  melihat lebih dari itu “Pesantren “dimungkinkan sebagai pendidikan  Masa depan  bangsa indonesia. Menyadari keunggulan pesantren dengan mengutip Pernyataan Nur Cholish Madjid , A. Malik Fadjar  menulis, seandainya negeri kita tidak mengalami penjajahan ,kata nur cholish Madjid ,tentulah pertumbuhan pertumbuhan sistem pendidikan di indonesia akan mengikuti jalur jalur yang di tempuh pesantren itu. Sehingga perguruan tinggi negeri itu bukan berupa UI, ITB, IPB, UGM, UNAIR ,dan lain lain, akan tetapi mungkin akan bernama Universitas Tremas, Universitas Krapyak, Tebu Ireng, Bangkalan, lasem dan sebagainya. Mungkin juga jika kita tidak pernah di jajah, pesantren tidak jauh terperosok ke dalam daerah pedesaan yang terpencil seperti sekarang, melainkan tentunya akan berada di kota-kota dekat dengan kekuasaan  atau ekonomi, sekurang kurangnya tidak jauh dari itu, sebagai mana sekolah sekolah keagamaan di barat yang kemudian tumbuh menjadi universitas-universitas.
Mulai terlihatnya kebijakan pemerintah yang berkontribusi positif terhadap pendidikan islam kemudian di susul dengan munculnya SKB 3 menteri  tahun 1975 tentang peningkatan mutu madrasah dengan diakuinya ijazah madrasah yang memiliki nilai yang sama dengan ijazah nilai sekolah umum.Sejak di keluarkannya SKB 3 menteri yang di lanjutkan dengan SKB 2 menteri, secara formal madrasah sudah menjadi sekolah umum yang menjadikan agama sebagai ciri khas kelembagannya.


DAFTAR PUSTAKA

BJ. Boland, Pergumulan Islam di Indonesia. (Jakarta: Grafiti Pers, 1985)
Brojonegoro,S, Sejarah Pendidikan Islam, dan Diklat Kuliah Sejarah Pendidikan Islam, oleh HR Mubangid
Http://mangunbudiyanto.wordprees.c0m.2010/06/20/pendidiksn islam-orde lama//
Mudyaharjo, Redja ,pengantar pendidikan (jakarta : PT Grafindo Persada, 2001 )
Suwendi, sejarah dan pemikiran pendidikan islam (Jakarta : PT Grafindo Persada, 2004),
Timur Djaelani ,HA., Peningkatan Mutu Pendidikan Islam di Indonesia. (Jakarta: Hidakarya Agung, 1980),
 Zahara Idris, Dasar-Dasar Kependidikan. (Bandung: Angkasa, 1981).




[1] Redja mudyaharjo, Pengantar pendidikan (jakarta : PT Grafindo Persada, 2001 ), 267
[2] Ibid 267
[3] Http://mangunbudiyanto.wordprees.c0m.2010/06/20/pendidiksn islam-orde lama/
[4] BJ. Boland, Pergumulan Islam di Indonesia. (Jakarta: Grafiti Pers, 1985), 106.
[5] HA. Timur Djaelani, Peningkatan Mutu Pendidikan Islam di Indonesia. (Jakarta: Hidakarya Agung, 1980), 135.
[6] Zahara Idris, Dasar-Dasar Kependidikan. (Bandung: Angkasa, 1981), 30

Minggu, 18 Mei 2014

Manajemen Humas

KATA PENGANTAR

Alhamdulillah puji syukur kehadirat Allah Swt karena berkat rahmat dan hidayahnya, Makalah yang berjudul “MANAJEMEN HUMAS ” ini dapat di selesaikan.
Penulis menyadari bahwa masih terdapat kekurangan pada Makalah ini, Oleh karena itu penulis  minta maaf jika makalah yang di sajikan kurang lengkap atau tidak sempurna sebagaimana mestinya.
Kritik dan Saran demi kesempurnaan makalah  ini sangat di harapkan, semoga makalah ini dapat membantu kita dalam proses belajar mengajar pada mata kuliah Manajemen Pendidikan, serta bermanfaat bagi pembaca. Amin..


BAB I
PENDAHULUAN

A.    Latar Belakang
Pada dasarnya, manajemen humas (hubungan masyarakat) merupakan bidang atau fungsi tertentu yang diperlukan oleh setiap organisasi, baik itu organisasi yang bersifat komersial (perusahaan) maupun organisasi yang non komersial.
Sekolah adalah di dalam masyarakat, oleh masyarakat  dan untuk masyarakat. Program sekolah hanya dapat berjalan lancar apabila mendapat dukungan masyarakat. Oleh karena itu Pimpinan sekolah perlu terus menerus membina hubungan yang baik antara sekolah dan masyarakat. Sekolah perlu banyak memberi informasi kepada masyarakat tentang program-prgoram dan problem-problem yang dihadapi, agar masyarkat mengetahui dan memahami masalah-masalah yang dihadapi sekolah. Dari pemahaman dan pengertian ini dapat dihadapkan adanya umpan balik yang sangat berguna bagi pengembangan program sekolah lebih lanjut dan diharapkan pula tumbuhnya rasa simpati masyarakat terhadap program-program sekolah, yang dapat mengundang partisipasi yang aktif masyarkat.
B.     Rumusan masalah
1.      Pengertian manajemen humas?
2.      Apa saja manajemen hubungan sekolah  dengan masyarakat?
3.      Tujuan hubungan sekolah dengan masyarakat?
4.      Jenis hubungan sekolah dengan masyarakat?
5.      Teknik hubungan sekolah dengan masyarakat?
C.     Tujuan
1.      Menjelaskan pengertian manajemen humas
2.      Menjelaskan manajemen hubungan sekolah dengan masyarakat
3.      Memaparkan tujuan hubungan sekolah dengan  masyarakat
4.      Memaparkan Jenis hubungan sekolah dengan masyarakat
5.      Menjelaskan teknik hubungan sekolah dengan masyarakat



BAB II
PEMBAHASAN

A.    Pengertian Manajemen Humas
          Berbicara tentang humas pasti ingatan kita akan tertuju pada hal yang berhubungan dengan komunikasi, konfrensi pers, informasi, public relation. Pokoknya secara gampang diibaratkan sebagai penyampaian segala informasi. Menurut kamus Fund and Wagnel Pengertian Humas adalah segenap kegiatan dan teknik/kiat yang digunakan organisasi atau individu untuk menciptakan atau memelihara suatu sikap dan tanggapan yang baik dari pihak luar terhadap keberadaan dan aktivitasnya. Sedangkan pengertian Manajemen Humas dalam Pendidikan adalah Rangkaian pengelolaan yang berkaitan dengan kegiatan hubungan lembaga pendidikan dengan masyarakat (orang tua murid) yang dimaksudkan untuk menunjang proses belajar mengajar di lembaga pendidikan bersangkutan (Anggoro, 2001).
          Tujuan humas itu sendiri adalah untuk memastikan bahwa niat baik dan kiprah organisasi yang bersangkutan senantiasa dimengerti oleh pihak-pihak yang berkepentingan. Setiap organisasi dinilai berdasarkann sepak terjangnya. Humas itu jelas berkaitan dengan niat baik dan reputasi.
B.     Manajemen Hubungan Sekolah dengan Masyarakat
Hubungan sekolah dengan masyarakat pada hakikatnya merupakan suatu sarana yang sangat berperan dalam membina dan mengembangkan pertumbuhan pribadi peserta didik di sekolah. Sekolah berkewajiban untuk memberi penerangan tentang tujuan tujuan, program program, kebutuhan serta keadaan masyarakat. Dan sekolah juga harus mengetahui dengan jelas apa kebutuhan, harapan, dan tuntunan masyarakat, terutama terhadap sekolah. Dengan demikian antara sekolah dan masyarakat harus dibina suatu hubungan yang harmonis.[1]
Hubungan yang harmonis ini akan membentuk :
·         Saling pengertian antara sekolah, orang tua, masyarakat dan lembaga-lembaga lain yang ada di masyarakat, termasuk dunia kerja
·         Saling membantu antara sekolah dan masyarakat karena mengetahui manfaat arti dan pentingnya peranan masing-masing
·         Kerjasama yang erat antara sekolah dengan berbagai pihak yang ada di masyarakat dan mereka merasa ikut bertanggung jawab atas suksesnya pendidikan sekolah

          Jika hubungan sekolah dengan masyarakat berjalan dengan baik, rasa tanggung jawab dan partisipasi masyarakat untuk memajukan sekolah juga akan baik dan tinggi. Agar tercipta hubungan dan kerja sama yang baik antara sekolah dan masyarakat , masyarakat perlu mengetahui tentang sekolah yang bersangkutan.
C.     Tujuan hubungan sekolah dengan masyarakat
a.       Untuk mengembangkan pengertian masyarakat (orang tua)  tentang tujuan dan kegiatan pendidikan di sekolah.
b.      Untuk memperlihatkan bahwa rumah dan sekolah bekerja sama dalam rangka mencapai tujuan pendidikan anak disekolah.
c.       Untuk membari fasilitas pertukaran informasi antara orang tua dan guru yang kemudian mempunyai dampak terhadap pemecahan pendidikan anak.
d.      Perolehan opini masyarakat tentang sekolah dijadikan perencanaan untuk pertemuan dengan orang tua dalam rangka untuk kebutuhan murid-murid
e.       Untuk membantu pertumbuhan dan perkembangan pribadi anak (Indrafachrudi: 1994).[2]

Sedangkan menurut Mulyasa (2007: 50), tujuan dari hubungan sekolah dengan masyarakat adalah memajukan kualitas pembelajaran dan pertumbuhan peserta didik memperkokoh tujuan serta meningkatkan kualitas hidup dan penghidupan masyarakat dan menggairahkan masyarakat untuk menjalin hubungan dengan sekolah.

D.    Jenis hubungan sekolah dengan masyarakat
            Jenis hubungan sekolah dan masyarakat itu dapat digolongkan menjadi 3 jenis, yaitu:
1.      Hubungan edukatif, ialah hubungan kerja sama dalam hal mendidik murid, antara guru di sekolah dan orang tua di dalam keluarga. Adanya hubungan ini dimaksudkan agar tidak terjadi perbedaan prinsip atau bahkan pertentangan yang dapat mengakibatkan keragu-raguan pendirian dan sikap pada diri anak.
2.      Hubungan kultural, yaitu usaha kerja sama antara sekolah dan masyarakat yang memungkinkan adanya saling membina dan mengembangkan kebudayaan masyarakat tempat sekolah itu berada. Untuk itu diperlukan hubungan kerja sama antara kehidupan di sekolah dan kehidupan dalam masyarakat. Kegiatan kurikulum sekolah disesuaikan dengan kebutuhan dan tuntutan perkembangan masyarakat. Demikian pula tentang pemilihan bahan pengajaran dan metode-metode pengajarannya.
3.      Hubungan institusional, yaitu hubungan kerja sama antara sekolah dengan lembaga-lembaga atau instansi resmi lain, baik swasta maupun pemerintah, seperti hubungan kerja sama antara sekolah satu dengan sekolah-sekolah lainnya, kepala pemerintah setempat, ataupun perusahaan-perusahaan Negara, yang berkaitan dengan perbaikan dan perkembangan pendidikan pada umumnya.[3]

E.     Teknik hubungan sekolah dengan masyarakat
             Ada sejumlah tehnik yang kiranya dapat diterapkan lembaga pendidikan, tehnik-tehnik tersebut dapat dikelompokkan menjadi tiga, yaitu tehnik tertulis, tehnik lisan, dan tehnik peragaan, tehnik elektronik.
a) Tehnik Tertulis
Hubungan antara sekolah dan masyarakat dapat dilakukan secara tertulis, cara tertulis yang dapat digunakan meliputi:
1.      Buku kecil pada permulaan tahun ajaran
Buku kecil pada permulaan tahun ajaran baru ini isinya dijelaskan tentang tata tertib, syarat-syarat masuk, hari-hari libur, hari-hari efektif. Kemudian buku kecil ini dibagikan kepada orang tua murid, hal ini biasanya dilaksanakan di taman kanak-kanak (TK).
2.      Pamflet
Pamflet merupakan selebaran yang biasanya berisi tentang sejarah lembaga pendidikan tersebut, staf pengajar, fasilitas yang tersedia, dan kegiatan belajar. Pamphlet ini selain di bagikan ke wali murid juga bias di sebarkan ke masyarakat umum, selain untuk menumbuhkan pengertian masyarakat juga sekaligus untuk promosi lembaga (Indrafachrud: 1994).
3.      Berita kegiatan murid
Berita ini dapat dibuat sederhana mungkin pada selebaran kertas yang berisi informasi singkat tentang kegiatan-kegiatan yang dilakukan di sekolah atu pesantren. Dengan membacanya orang tua murid mengetahui apa yang terjadi di lembaga pendidikan tersebut, khususnya kegiatan yang dilakukan murid.
4.      Buku kecil tentang cara membimbing anak
Dalam rangka menciptakan hubungan yang harmonis dengan orang tua, kepala sekolah atau guru dapat membuat sebuah buku kecil yang sederhana yang berisi tentang cara membimbing anak yang efektif, kemudian buku tersebut diberikan kepada orang tua murid (Bafadhol, 2005: 63).
b) Tehnik Lisan
Hubungan sekolah dengan masyarakat dapat juga lisan, yaitu:
1.      Kunjungan rumah
Dalam rangka mengadakan hubungan dengan masyarakat, pihak sekolah dapat mengadakan kunjungan ke rumah wali murid, warga atupun tokoh masyarakat. Melalui kunjungan rumah ini guru akan mengetahui masalah anak dirumahnya. Apabila setiap anak diketahui problemnya secara totalitas, maka program pendidikan akan lebih mudah direncanakan untuk disesuaikan dengan minatnya. Hal ini akan memperlancar mancapai tujuan program pendidikan sekolah tersebut (Indrafachrud, 1994: 69).
2.      Panggilan orang tua
Selain mengadakan kunjungan ke rumah, pihak sekolah sesekali juga memanggil orang tua murid datang ke sekolah. Setelah dating, mereka diberi penjelasan tentang perkembangan pendidikan di lembaga tersebut. Mereka juga perlu diberi penjelasan khusus tentang perkembangan pendidikan anaknya.
3.      Pertemuan
Dengan tehnik ini berarti sekolah mengundang masyarakat dalam acara pertemuan khusus untuk membicarakan masalah atau hambatan yang dihadapi sekolah. Pertemuan ini sebaiknya diadakan pada waktu tertentu yang dapat dihadiri oleh semua pihak yang diundang. Sebelum pertemuan dimulai acaranya disusun terlebih dahulu. Oleh karena itu, dalam setiap akan mengadakan pertemuan sebaiknya dibentuk panitia penyelenggara.
c) Tehnik Peragaan
Hubungan sekolah dengan masyarakat dapat dilakukan dengan cara mengundang masyarakat melihat peragaan yang diselenggarakan sekolah. Peragaan yang diselenggarakan bias berupa pameran keberhasilan murid. Misalkan di TK menampilkan anak-anak bernyanyi, membaca puisi, atau biasanya di pesantren ketika mengadakan pengajian ditampilkan santri-santri yang hafal nadhom alfiyah. Pada kesempatan itu kepala sekolah atau guru atau juga pengasuh kalau di pondok pesantren dapat menyampaikan program-program peningkatan mutu pendidikan dan juga masalah atau hambatan yang dihadapi dalam merealisasikan program-program itu (Bafadhol, 2005: 69).
d) Tehnik Elektronik
          Seiring dengan perkembangan teknologi elektronik maka dalam mengakrabkan sekolah dengan orang tua murid dan masyarakat pihak sekolah dapat menggunakan sarana elektronik, misalkan dengan telpon, televisi, ataupun radio, sekaligus sebagai sarana untuk promosi pendidikan.



BAB III
PENUTUP

A.    Kesimpulan
Manajemen hubungan masyarakat merupakan komunikasi dua arah antara organisasi dengan publik (masyarakat) secara timbal balik dalam rangka mendukung fungsi dan tujuan manajemen dengan meningkatkan pembinaan kerja sama serta pemenuhan kepentingan bersama. manajemen hubungan sekolah dengan masyarakat di mulai dari pembenahan organisasi internal manajemen humas hingga kegiatan bersifat mambangun citra pendidikan, citra cermin, citra serba aneka lain sebagainya. Manajemen humas pendidikan membantu memelihara aturan bersama melalui saluran komunikasi kedalam dan keluar, agar tercapai saling pengertian atau kerja sama antara sekolah dengan masyarakat.
           
DAFTAR PUSTAKA

Muhammad rohman,sofan amri,manajemen pendidikan, Pt prestasi pustkaraya, jakarta,2012
http://elmisbah.wordpress.com/manajemen-humas/
http://informasismpn9cimahi.wordpress.com/2010/05/12/manajemen-humas
http://id.shvoong.com/business-management/management/2178781-pengertian-manajemen-humas




[1] Muhammad rohman,sofan amri,manajemen pendidikan, pt prestasi pustkaraya, jakarta,2012 hal.272
[2] http://elmisbah.wordpress.com/manajemen-humas/
[3] http://informasismpn9cimahi.wordpress.com/2010/05/12/manajemen-humas/